Sistem Pelaksanaannya :
- Penghapusan Sistem Tanam Paksa
- Memperluas Penanaman Modal Pengusaha Swasta Belanda
- Diberlakukan undang-undang baru pada tahun 1870 untuk menunjang usaha perkebunan, antara lain
o UU Agraria(Agrarische Wet)
o Pernyataan Hak Tanah (Domein Verklaring)
o UU Gula (Suiker Wet) - Mengubah status kepemilikan tanah dan tenaga kerja Tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi). Tanah dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Jadi, ada kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
- Meluaskan peredaran uang
- Mulai dikenal sistem upah yang diperoleh bila mereka menyewakan tanah dan bekerja di perkebunan dan pabrik.
- Membangun sarana perhubungan Perhubungan darat dan laut dikembangkan untuk memudahkan pengangkutan hasil perkebunan. Jalan raya, jalan kereta api, jembatan, pelabuhan, dan sarana lainnya dibangun untuk mempercepat pengangkutan dan perpindahan penduduk ke tempat lain.
Pada tahun 1870 dikeluarkan Undang – Undang Agraria, yang bertujuan
untuk melindungi petani – petani Indonesia terhadap kehilangan hak milik
atas tanah mereka terhadap orang – orang asing. Sejak tahun ini
industri – industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia. Terdapat
perbedaan antara tanam paksa (culturestelsel) dengan industri –
industri perkebunan swasta pada masa liberal yaitu terlatak pada bahwa
dalam msa industri perkebunan liberal rakyat Indonesia bebas dalam
menggunakan tenaganya dan tanahnya, sedang dalam tanam paksa kedua alat
produksi itu dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah. Seiring
berkembangnya dunia pertumbuhan industri Indonesia juga berkembang
dengan adanya terussan Suez pada tahun 1869 yasng memperpendek jarak
antara Eropa dengan Asia.
Zaman liberal mengakibatkan ekonomi uang masuk dalam kehidupan
masyarakat Indonesia terutama Jawa. Penduduk pribumi mulai menyewakan
tanah – tanahnya kepada perusahaan – perusahaan swasta Belanda untuk
dijadikan perkebunan – perkebunan besar. Masuknya pengaruh ekonomi Barat
juga melalui impor barang – barang dari negeri Belanda. Hilangnya
matapencaharian penduduk di sector tradisional mendorong lebih jauh
pengaruh system ekonomi uang, karena memaksa penduduk untuk mencari
pekerjaan pada perkebunan – perkebunan besar milik orang Belanda atau
orang Eropa lainnya. Lapangan kerja baru yang tumbuh seiring dengan
berkembangnya industri – industri perkebunan besar di Indonesia adalah
perdagangan perantara.
- Perkembangan Ekonomi Hindia – Belanda
Kaum liberal berharap bahwa dengan dibebaskannya kehidupan ekonomi
dari segala campur tangan pemerintah serta penghapusan segala unsure
paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorong perkembangan ekonomi
Hindia Belanda. Dengan Undang – undang Agraria 1870 para pengusaha
Belanda dan Eropa dapat menyewa tanah dari pemerintah atau penduduk Jawa
untuk membuka perkebunan – perkebunan besar.
Setelah tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan mulai berjalan
lamban dan terhambat, karena jatuhnya harga – harga gula dan kopi di
pasaran dunia. Dalam tahun 1891 harga tembakau turun drastis, sehingga
membahayakan perkebunan – perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur.
Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan
ekonomi Hindia – Belanda. Perkebunan – perkebunan besar tidak lagi
sebagai usaha milik perseorangan, tetapi direorganisasi sebagai
perseroan – perseroan terbatas. Pimpinan perkebunan bukan lagi
pemiliknya secara langsung, tetapi oleh seorang manager, artinya seorang
pegawai yang digaji dan langsung bertanggungjawab kepada direksi
perkebunan yang biasa dipilih dan diangkat oleh pemilik saham.
- Merosotnya Kesejahteraan Rakyat Indonesia
Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit penghasilan penduduk
jawa, baik uang berupa upah bagi pekerjaan di perkebunan – perkebunan
maupun yang berupa sewa tanah. Politik kolonial baru yaitu kolonial –
liberal, semakin membuat rakyat menjadi miskin. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor :
- Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor – faktor produksi lainnya seperti tanah dan modal.
- Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, akibatnya mereka menjadi umpan kaum kapitalis. Mereka belum mengenal sarekat kerja dan koperasi untuk memperkuat kedudukan mereka.
- Penghasilan rakyat masih diperkecil oleh system voorschot (uang muka)
- Kepada rakyat Jawa dipikulkan the burden of empire (pajak /beban kerajaan). Sebagai akibat politik tidak campur tangan Belanda terhadap daerah luar jawa, pulau Jawa harus membiayai ongkos – ongkos pemerintahan gubernmen diseluruh Indonesia.
- Keuntungan mengalir di negeri Belanda, pemerintah juga tidak menarik pajak dari keuntungan – keuntungan yang didapat para pengusaha kapaitalis. Pemerintah menganut system pajak regresif, yang sangat memberatkan golongan berpendapatan rendah.
- Meskipun system tanam paksa telah dihapuskan tetapi politik batig – slot belum ditinggalkan.
- Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya pinciutan dalam kegiatan pengusaha – pengusaha perkebunan gula, yang berarti menurunnya upah kerja sewa tanah bagi penduduk. Krisis ini diperberat dengan timbulnya penyakit sereh pada tanaman tebu, sehingga akhirnya pulau Jawa dalam waktu lama dijauhi oleh kaum kapitalis Belanda.
http://rktugas.wordpress.com/2009/03/08/politik-liberal/
http://rohmanf2.wordpress.com/2011/08/11/sistem-kolonial-liberal-1870-1900/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar